Jumat, Maret 03, 2006

Menjadikan PKS Partai dihati rakyat

Muh Hermawan Ibnu Nurdin

Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik UI


Catatan: Tulisan ini pernah dimuat di Harian Republika Jumat, 29 Juli 2005

Musyawarah Nasional (Munas) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Pertama yang dilaksanakan di Jakarta, 27-31 Juli 2005, berbeda dengan munas atau kongres yang dilaksanakan partai lain. Bagi partai lain, munas dan kongres merupakan sarana memilih ketua umum partai. Karenanya, munas atau kongres menjadi hal yang sangat menentukan bagi partai, dan tentu saja sexy di mata media.

Tapi PKS memiliki tradisi yang indah dan sejuk. Pemilihan ketua umum justru dilakukan oleh PKS melalui sidang Majelis Syuro, sangat sederhana, tanpa ingar-bingar, nyaris tak terdengar. Tiba-tiba, masyarakat dikejutkan dengan konferensi pers bahwa PKS bahwa mereka telah bersidang dan telah menetapkan presiden partai. PKS mengajarkan kematangan berpolitik masyarakat, dengan tidak bergantung pada tokoh. Meski tokoh akan senantiasa dicetak, namun tokoh bukan faktor determinan. Sistemlah yang menjadi faktor determinan.

Lantas, apa yang dilakukan dengan munas? Munas PKS memiliki agenda utama persidangan Majelis Syuro dan utusan DPW (Propinsi) untuk membahas Rencana Induk Strategis (Reinstra) dan target-target partai 2005-2010. Ditambah dengan workshop bidang khusus yang dinamakan multaqo. Bagi PKS, pembahasan tentang Reinstra dan target (politik dan kader) lebih penting daripada siapa presiden PKS. Karena itu, acara munas yang memakan biaya besar harus digunakan untuk membahas sistem organisasi.



Tantangan PKS
Setelah berhasil dalam pemilu legislatif 2004 dengan pertumbuhan perolehan suara yang spektakuler dan lolos dari jaring electoral threshold, PKS menghadapi tantangan cukup besar setidaknya dalam rangka memertahankan citra sebagai partai yang reformis, bersih dari KKN, dan peduli kepada masyarakat. PKS perlu membuktikan diri sebagai solusi problema masyarakat dan negara.

Hal itu membutuhkan karya nyata kader-kader PKS yang saat ini berada di pemerintahan maupun di DPR/DPRD lewat kinerja yang berkualitas. Karena 'sekadar' bermoral saja, saat ini tak cukup lagi. Harus dibarengi sikap profesional dan solutif. Peroleh suara delapan persen dalam Pemilu 2004 menunjukkan bahwa tingkat dukungan sekaligus ekspektasi masyarakat terhadap PKS semakin besar. Mereka membutuhkan kerja riil PKS dalam menyelesaikan permasalahan bangsa dalam konteks kenegaraan. Konkretnya, saat ini masyarakat menanti kiprah nyata PKS melalui kader-kadernya di DPR/D, menteri, dan kepala daerah.

Musyarokah (koalisi) sebagai langkah politik yang diambil PKS, juga merupakan wahana untuk latihan menegara bagi kader-kadernya. Yakni bagaimana kader berlatih berpikir mengelola negara untuk kepentingan umat, seperti halnya bagaimana penguasa berpikir. Selain cara terbaik yaitu untuk membumikan cita-cita perjuangan. Pada wilayah ini, nilai-nilai idealisme kader PKS akan berhadapan dengan realitas. Disinilah sesungguhnya kualitas kader PKS diuji. Karena seberapa besar ruh pergerakan yang tertanam, akan menentukan sikap dan tindakan kader.

Tantangan berikutnya, PKS harus bisa lebih masuk dalam jiwa masyarakat Indonesia. Image PKS sebagai partai politik Indonesia harus lebih besar daripada kesan sebagai gerakan/partai impor. Hal ini tidak lain adalah upaya untuk menyempurnakan transformasi sosial yang telah terjadi dari gerakan tarbiyah menjadi gerakan sosial politik yang benar-benar menjadi bagian dari masyarakat Indonesia.

Tampilan ke-Indonesiaan
Oleh karenanya, PKS perlu memperbanyak muatan dan tampilan khas ke-Indonesiaan, termasuk dalam kajian politik dan sosial kemasyarakatan. Selanjutnya, perlu pula mencari dan menegaskan jejak-jejak ke-Indonesiaan baik dari ormas Islam yang telah lama berkiprah maupun partai politik seperti Masyumi melalui tokoh-tokoh partai yang pernah terlibat aktif atau berinteraksi langsung dengannya. Juga dengan mempertegas kedekatan kultural dengan unsur-unsur pendukung dari ormas-ormas Islam.

Setelah itu, barulah usaha Islamisasi masyarakat yang dicita-citakan PKS dapat dilaksanakan dengan lancar. Sehingga bila partai telah menjadi bagian dari masyarakat, apa yang disebut Kuntowijoyo sebagai ''objektifikasi Islam'', yakni memasyarakatkan nilai dan tradisi Islam yang diwujudkan dalam aturan bersama dalam masyarakat, akan lebih mudah dilaksanakan. Tantangan berikutnya yang tidak kalah penting adalah bagaimana partai dapat menjalankan fungsi yang sesungguhnya. Yakni memberikan pencerdasan politik kepada masyarakat: berkomunikasi, menampung, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasinya, bukan cuma mengeksploitasi masyarakat saat kampanye, kemudian meninggalkannya.

Partai harus selalu ada; menjadi bagian, bersama dan untuk masyarakat, sebagaimana prinsip nahnu minhum, nahnu ma'ahum, wa nahnu lahum. PKS harus pertama kali hadir saat dibutuhkan. Berinteraksi dengan masyarakat sepanjang tahun. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang telah menjadi ikon PKS harus tetap dipertahankan, begitu pula kecepatan reaksi menghadapi musibah dan bencana.

Para elit politik partai juga harus sering terjun menemui konstituen, mendengar aspirasi mereka, dan memperjuangkannya. Partai tidak boleh membuat jarak dengan rakyat. Di sinilah sesungguhnya hakikat dari ''partai dakwah'', yang tidak hanya didirikan sebagai wadah agregasi dan artikulasi aspirasi politik umat, tetapi juga harus memberdayakan umat, baik secara psikologis, sosiologis, ekonomis, maupun politis.

Dengan demikian, maka apapun sikap dan kebijakan PKS tidak akan terlepas dari kehendak masyarakat konstituennya, dan benar-benar menjadi penyambung lidah rakyat. Sehingga dapat mencegah kehawatiran bahwa partai hanya memperjuangkan kepentingan kelompoknya sendiri dan terjadilah apa yang dikatakan oleh Robert Mitchels dengan ''hukum besi oligarkhi'' yakni setiap partai punya kecenderungan untuk menjadi oligarkhi (dikuasai oleh segelintir orang saja).

Kegiatan pencerdasan politik masyarakat juga harus terus dilanjutkan. Melalui respon terhadap realitas sosial-politik, sampai pada ekspresi politik yang lebih lantang seperti aksi massa. Selain tetap memertahankan gaya berpolitik yang santun, damai, dan menyejukkan sebagai antitesis atas image partai selama ini: tempat rebutan kekuasaan, ricuh, perpecahan, dan perkelahian.

The rising party
Dengan menghadapi tantangan-tantangan di atas, keberhasilan PKS sebagai the rising party akan tetap berlanjut di tahun 2009. Harapan partai untuk berada di hati rakyat akan terwujud. Salah satu dampaknya tentu saja berupa peningkatan suara spektakuler seperti terjadi di tahun 2004, dan pada saatnya dipercaya memimpin bangsa Indonesia.

At least, PKS mampu berkontribusi positif dalam pematangan sistem politik Indonesia dan pencerdasan politik rakyat. Sehingga pada akhirnya, berhasil menciptakan negara dan masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan islami. Wallahu a'lam.