Senin, Desember 05, 2005

Epilog
Model Masa Depan Gerakan Muda Islam

Muh Hermawan Ibnu Nurdin

Catatan: menjadi epilog dalam buku; Model Masa Depan Gerakan Muda Islam, dalam Mahfudz Sidik, KAMMI dan Pergulatan Reformasi, (Solo: Intermedia, 2003)

Sesungguhnya sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semangat dalam merealisikannya, dan kesiapan untuk beramal serta berkorban dalam mewujudkannya. Keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat dan amal merupakan karakter yang melekat pada pemuda. Karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertakwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora dan dasar amal adalah kemuan yang kuat. Hal itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda. (Hasan Al-Banna)

KAMMI lahir sebagai ekspresi perlawanan terhadap rezim yang otoriter pada saat itu. Dengan basis utamanya Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang sudah marak di perguruan tinggi seluruh Indonesia. Selama ini, LDK lebih dikenal sebagai lembaga kerohanian Islam yang memfokuskan agenda kerjanya pada pembinaan keislaman dan dakwah di kampus. Karenanya mereka memiliki semacam ‘otoritas moral’ di kampus untuk membicarakan moralitas dan keselamatan umat, meski terbatas geraknya karena lembaga kerohanian dan intra kampus. Sehingga bentuk perlawanan dapat diformulasikan dalam wujud yang lebih masuk dan berdaya tekan besar.
Kemunculan KAMMI juga merupakan bukti kepedulian mahasiswa Islam terhadap keselamatan bangsa dan negara Indonesia. Karena itu sejak kelahirannya, KAMMI telah memiliki pemikiran yang nasionalis-religius, yang meyakini bahwa menyelamatkan negara adalah bagian dari kewajiban agamanya.

Selain itu, pasca kesuksesan –bersama elemen lain- menjatuhkan Suharto, KAMMI yang saat itu berbentuk kesatuan (front) aksi, kemudian mengukuhkan diri menjadi ormas. Hal ini sebenarnya, disadari atau tidak adalah bentuk institusionalisasi kultur tarbiah yang selama ini menjadi jiwa dari gerakan dakwah kampus. Dengan menjadi ormas, KAMMI secara resmi dan formal menjadi semacam ‘sandaran’ bagi aktivis dakwah kampus dalam lingkup nasional dan aktivitas ekstra kampus. Selama ini, para aktivis hanya bergerak pada level formal LDK yang seolah tersebar secara sporadis di kampus-kampus tanpa jalinan dan jaringan yang kuat. Namun dengan KAMMI yang menjadi ormas, gerakan tarbiah yang selama ini terkesan ‘organisasi tanpa bentuk’ (OTB) memiliki wadah. KAMMI-lah yang pertama kali menjadi naungan aktivis dakwah kampus secara nasional.

Reformasi Yang Terhenti
Beberapa indikator penting, yang lebih dikenal dengan visi reformasi, untuk mengukur sejauh mana reformasi berjalan sesuai dengan keinginan telah menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang sangat besar bahwa proses ini mengalami kemandegan, kalau tak mau disebut mati. Indikator ekonomi yang final untuk menunjukkan kemajuan recovery ekonomi adalah jumlah pengangguran. Namun yang terjadi adalah adanya kenaikan signifikan jumlah pengangguran hingga mencapai 50 juta orang. Aset negara yang menjadi infrastruktur kemandirian negara pun di obral begitu saja demi menutup defisit APBN.

Secara hukum juga ada kemandegan dalam upaya mengadili para koruptor, bahkan ada intervensi besar untuk membebaskan para konglomerat hitam. Sementara korupsi gagal untuk diberantas, bahkan kecenderungan besar elit politik juga ikut ambil bagian dalam proses itu. Sementara itu ditingkat elit politik terjadi dagang sapi yang sangat kentara, mulai dari pengungkapan kasus privatisasi, Bulloggate II, Sukhoi sampai tawar menawar politik soal UU Parpol, Susduk dan Pemilihan Presiden. Sudah sangat jelas bahwa partai berkuasa (yang merupakan partai warisan orba dan status quo-is) telah berselingkuh untuk saling mempertahankan kekuasaan hingga 2004.

Seiring berjalannya waktu, menjelang akhir tahun 2003, wacana publik sudah sangat diarahkan kepada pemilu 2004. Jelas terlihat diseluruh media mengangkat pemilu mulai dari agenda pendaftaran pemilih hingga calon presiden. Pemerintah juga mengeluarkan trilyunan rupiah untuk sosialisasi (tepatnya: image building) pemilu. Koran dan televisi telah mengekspose pemilu ini secara besar-besaran. Sehingga berdampak pada mind-set masyarakat yang berubah dan menerima pemilu seolah sebagai solusi dan keniscayaan politik.

Padahal, sudah jelas dalam hitungan rasional dan kasat mata bahwa pemilu 2004 tidak menghasilkan sesuatu yang baru. Tidak terjadi perubahan distribusi suara yang signifikan. Suara-suara status quo dan orba akan masih mendominasi, bahkan mayoritas. Sementara partai-partai reformis akan tetap terpinggirkan, meskipun mungkin terdapat kenaikan perolehan suara. Sehingga pemilu tidak lain hanya menjadi alat legitimasi baru bagi partai-partai orba dan status quois untuk semakin menguatkan cengkraman.

Kondisi-kondisi seperti inilah yang menyebabkan ‘kemarahan’ kaum muda revolusioner. Yang menginginkan perubahan terjadi secara fundamental, menyeluruh dan akseleratif. Sehingga pilihan-pilihan radikal sering menjadi alternatif, termasuk revolusi.
Jadi, kalau tidak ada arus politik yang begitu kuatnya yang mampu mengubah arah realitas politik saat ini, maka perjalanan politik bangsa Indonesia akan tetap terseok-seok, itupun kalau bernasib baik. Mengharapkan perubahan cepat, sama seperti “pungguk merindukan bulan”.

Model Masa Depan KAMMI
Yang paling bijak bagi gerakan kaum muda dengan kondisi ‘ketidakmenentuan’ seperti saat ini adalah dengan mencegah agar gerakan pemuda tidak terjebak dan larut hanya dengan problem kekinian yang kompleks, bahkan nyaris tak terpecahkan. Karena gerakan kaum muda haruslah bernafas panjang, berfikir jauh kedepan, dan justru tidak meninggalkan fokus utamanya yakni menyiapkan generasi pengganti yang akan memimpin perubahan. Sehingga visi KAMMI, “sebagai wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia” harus tetap menjadi jiwa aktivitas sosial politik KAMMI.

Pemikiran-pemikiran futuristik tentang masa depan Indonesia diungkapkan oleh beberapa kalangan. Komnas HAM pernah membuat skenario masa depan Indonesia. Begitu pula dengan RAND, lembaga riset yang sangat menentukan kebijakan AS. Skenario yang terbaik yang dimunculkan adalah adanya konsolidasi demokrasi. Sementara yang terburuk adalah desintegrasi, dalam artian kehancuran Indonesia.

Diantara dua pilihan ekstrem ini terdapat beberapa kemungkinan lain, yang kelihatannya lebih mungkin terjadi. Diantaranya adalah; adanya perubahan secara perlahan dengan bertambahnya pengaruh kelompok reformis. Terlihat dari komposisi parlemen. Meski demikian, peran status quo masih dominan, meski kaum muda reformis (termasuk alumni KAMMI ?) sudah cukup banyak disana; Gerakan ekstra parlemen masih eksis dan berpengaruh, ia menjadi unsur penunjang yang penting bagi perjuangan reformasi di parlemen, pemerintah maupun birokrasi. Dalam hal ini gerakan mahasiswa tetap menjadi ikon penting gerakan ekstra parlemen; Kekuatan masyarakat sipil semakin besar, dengan efektifnya desakan kelompok masyarakat sipil terhadap pantauan dan perubahan kebijakan publik. Selain itu “meningkat pula pengaruh Islam dalam politik dan lebih transparannya manifestasi sebagian perilaku islami ditengah publik.” (RAND).

Untuk menghadapi kondisi demikian, maka KAMMI juga harus di set kembali sehingga compatible dengan kebutuhan masa depan. Bahkan harus mampu menjadi model masa depan bagi gerakan kaum muda. Hal-hal mendasar yang harus dipersiapkan sebagai infrastruktur organisasi untuk penyiapan visi dan skenario Indonesia kedepan diantaranya adalah tata organisasi yang modern, pola kaderisasi yang matang, fokus gerakan dan formulasi pemikiran ideologis.

Tata organisasi modern menekankan peran saling ketergantungan antar lini. Selain keyakinan yang tidak lagi menganggap organisasi berjalan seperti mesin. Pandangan yang organis seperti ini menjadikan sistem yang dibangun lebih menghargai manusia sekaligus mengupgrade kamampuan managemen personalia, mirip gambaran Stephen Covey (penulis ‘seven habit for the highly effective people’) dengan “Manajemen generasi keempat”. Selain itu organisasi struktural (pusat-daerah) juga harus mampu menjamin dua hal sekaligus, yakni kecepatan sosialisasi kebijakan sekaligus kemampuan mendengar aspirasi bawah. Untuk itu perlu dioptimalkan fungsi “perantara proaktif” yang menjamin kelancaran hilir mudiknya dua hal tersebut.

Pola kaderisasi yang matang akan menjamin kesetaraan kualitas kader yang di produk. Kesetaraan itu terutama pada keyakinan ideologis, ruh perjuangan dan jati diri kader. Sistem kaderisasi karenanya harus diisi dengan muatan-muatan ideologis sebagai nilai dasar yang membentuk paradigma berfikir kader. Selain itu juga harus memuat jati diri kader yang menjadi standard akhlak atau perilaku kader yang jelas dan terkuantifikasi melalui indikator-indikator khas. Obsesi utama dari pola kaderisasi ini tidak lain adalah melakukan percepatan kematangan kader (accelerate maturity). Kematangan itu meliputi pemahaman politik, life skill, manajerial, leadership dan wawasan. Selain tentu saja aqidah, ibadah, akhlak, fikroh dan manhaj. Cerminan dari apa yang diungkapkan Allah swt dengan, “mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabbnya, dan kepada mereka Kami tambahkan petunjuk” (Al-Kahfi:13).

Berikutnya produk yang diharapkan dari proses kaderisasi ini adalah kemampuan politik berdasarkan kompetensi keilmuannya. Contohnya, mahasiswa fakultas pertanian harus memahami kebijakan politik/publik yang terkait dengan pertanian, seperti harga pupuk, gabah, irigasi sampai kebijakan pengembangan teknologi pertanian. Begitu pula dengan mahasiswa Teknik, Hukum, Psikologi dll. Kemampuan seperti ini secara jangka panjang akan menyiapkan kader untuk terjun langsung membela dan memimpin masyarakat dengan kedalaman kompetensinya, sehingga suara-suara pembelaan akan lebih berbobot. Jangka pendeknya menjadikan penyikapan organisasi atas realitas kebijakan akan semakin tajam, intelektual, elegan dan sekaligus solutif. Dalam bahasa yang lain “mensinergikan logika otak para intelektual dengan logika perut rakyat.” Pada level tertinggi dari proses kaderisasi adalah membentuk kader yang memiliki kepahaman pembuatan dan pengelolaan rencana strategis pembangunan negara dalam bidang-bidang politik, ekonomi, hukum, pendidikan, teknologi dll.

Selain itu kader yang dibentuk oleh pola kaderisasi KAMMI adalah kader yang memiliki wawasan internasional, bukan sekedar nasional, setidaknya lingkup Asia. Studi kawasan menjadikan kader memiliki pandangan luas dan mampu membuat perbandingan negara-negara lain bagi solusi negaranya. Selain dapat merangsang pengembangan jaringan internasional dengan mengembangkan komunitas pemuda Islam internasional.

Dari empat paradigma gerakan yang dimiliki KAMMI, yakni; Gerakan Tauhid, Gerakan Intelektual Profetik, Gerakan Sosial Mandiri dan Gerakan Ekstra Parlementer, perlu ditetapkan apa yang menjadi fokus gerakan yang disesuaikan dengan pentahapan gerakan KAMMI itu sendiri. Kedepan, sesuai dengan arah demokratisasi yang terjadi dan semakin baiknya fungsi institusi negara, maka KAMMI juga harus mengarahkan fokus gerakannya kepada gerakan intelektual profetik. Hal ini lebih karena secara kondisional, penyelesaian persoalan bangsa kedepan harus dilakukan dengan analisa yang ilmiah sekaligus transendental. Gerakan ini juga akan memback up dengan sangat baik gerakan ekstra parlementer. Dengan demikian, gerakan KAMMI tidak hanya terjebak pada respon kekinian, tapi juga menjalankan tugas visioner menciptakan pemimpin masa depan. Disisi lain, fokus pada masa depan, tapi tidak lengah dengan situasi kekinian.

Formulasi pemikiran ideologis maksudnya adalah menampilkan secara tegas pokok-pokok pikiran yang menjadi ideologi gerakan. Dari sinilah ide-ide fundamentalis dapat digariskan secara tegas. Hal ini akan menjamin kelanggengan nilai ideologis dan mengurangi resiko reduksi maupun menyimpangan pemahaman ideologis. Selain kader dapat dengan jelas membedakan mana yang bersifat ushul bagi KAMMI, dan mana yang furu’. Formulasi ini sekaligus menjadi tawaran perubahan yang diperjuangkan KAMMI. Pada gilirannya hal ini menjadikan Islam ideologis yang ditawarkan dapat berkompetisi dengan formulasi ideologis lain yang berseliweran di ranah publik. Dari sini diharapkan memunculkan pemikiran yang fundamentalis, sikap yang moderat dan aktivitas/wacana yang populis. Wallahu’alam.

Tidak ada komentar: