Jumat, November 11, 2005

GERAKAN POLITIK MAHASISWA

GERAKAN POLITIK MAHASISWA#
Muh Hermawan Ibnu Nurdin*

Sesungguhnya sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang dijalannya, semangat dalam mereali-sasikannya, dan kesiapan untuk beramal serta berkorban dalam mewujudkannya. Keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat dan amal merupakan karakter yang melekat pada pemuda. Karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertakwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Hal itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda

(Hasan Al-Banna)

Gerakan mahasiswa di Indonesia merupakan bentuk gerakan yang unik. Hingga saat ini tidak dijumpai gerakan yang serupa dengan gerakan mahasiswa/pemuda Indonesia dinegara manapun, termasuk negara tetangga maupun negara ‘dunia ketiga’. Sejarah indonesia menunjukkan bahwa peran mahasiswa/pemuda sangat signifikan untuk mengubah paradigma, sistem dan pengelela negara. Sejak kebangkitan (1928), kemerdekaan (1945), Orde Baru (1966) dan reformasi (1998) pemudalah yang menjadi penentu momentum perubahan.

Gerakan mahasiswa yang terjadi hingga saat ini di Indonesia, mirip dengan apa yang telah terjadi di Amerika dan Eropa di tahun 20–50-an. Yakni di era-era kemerdekaan dan revolusi. Untuk saat ini, energi dan momentum perubahan tidak lagi berpusat di mahasiswa, namun berpindah ke kaum profesional (menengah) dan partai politik (oposisi). Dan idealnya hal seperti inilah yang diharapkan terjadi, negara-negara yang maju dan sistem demokrasinya telah mapan biasanya telah melaluinya.

Karakter Gerakan Mahasiswa

Dalam lintasan sejarahnya, gerakan mahasiswa senantiasa memiliki karakter gerakan yang sama yakni idealis (normatif), murni dan tanpa pamrih, (sekedar) pendobrak, penentu momentum perubahan, simbol perlawanan dan didukung rakyat.

Dikatakan idealis karena apa yang disuarakan mahasiswa adalah nilai kebenaran universal berupa nilai moral yang diakui bersama kebaikannya oleh seluruh masyarakat, seperti anti tirani, demokratisasi, berantas KKN dll. Berbeda dengan partai politik yang sarat dengan kepentingan politik praktis seperti merebut kursi, mengincar jabatan menteri dan menggulingkan pemerintahan, gerakan mahasiswa murni dari kepentingan-kepentingan tersebut. Tidak pernah terbersit diagenda gerakan mahasiswa untuk mengambil alih kepemimpinan atau mendapat jatah kursi di parlemen. Disinilah letak keikhlasan gerakan mahasiswa.

Pada saat kondisi negara sedang stagnan dengan otoriterianisme dan pembungkaman terhadap suara-suara kritis begitu gencar, maka gerakan mahasiswa akan tampil sebagai pendobrak kebisuan politik. Mereka lebih lantang menyuarakan kritik dan perlawanan, apalagi ketika kooptasi negara sudah merajalela dan membungkan partai oposisi, kaum intelektual dan media massa. Pada saat seperti ini, gerakan mahasiswa akan tanpil terdepan dan menjadi penggerak serta corong perubahan. Gencarnya seruan-seruan mahasiswa ini semakin lama semakin lantang terdengar dan muncullah sipati rakyat dengan bentuk dukungan (moral dan material) serta keterlibatan elemen-elemen masyarakat. Gerakan perlawanan yang disimbolkan oleh aksi-aksi mahasiswa ini kemudian memuncak dan terciptalah momentum perubahan itu dengan bentuk pople power, reformasi, revolusi atau penggulingan rejim.

Setelah momentum perubahan itu terjadi, gerakan mahasiswa akan kembali ke tempat semulanya, yakni kampus dan melakukan ‘konsolidasi akademik’. Dan yang melanjutkan proses perubahan ini adalah orang-orang tua yang sebelumnya menjadi oposan atau bahkan orang lama yang (pura-pura) bertobat. Para mahasiswa tidak menikmati proses perubahan, bahkan meninggalkannya dengan begitu ikhlas dan menyerahkan proses perubahan itu dengan bulat-bulat ke orang lain.

Tapi, apakah kronologis perubahan seperti ini adalah daur baku yang tak berubah? Apakah gerakan mahasiswa itu selalu hanya menjadi pendobrak perubahan, dan proses lanjutannya dilaksanakan pihak lain? Apakah sudah menjadi ‘takdir historis’ bagi mahasiswa menjadi Zorro yang muncul dikala keributan dan menghilang saat penjahat sudah dikalahkan? Tidak adakah alternatif lain?

Tantangan Gerakan Mahasiswa

Untuk dapat merekonstruksi format gerakan mahasiswa, adalah bijak untuk meletakkan kembali gerakan mahasiswa dalam konteks kondisi internal gerakan mahasiswa dan eksternal kondisi bangsa. Secara eksternal, diyakini bahwa dalam waktu dekat kondisi perekonomian bangsa tetap berada dalam keterpurukan, bahkan cenderung lebih parah. Dilihat dari aliran ketergantungan yang begitu memparadigma di penentu kebijakan ekonomi Indonesia. Hutang, kelihatannya akan tetap menjadi pilihan favorit sehingga sama sekali tidak terbangun visi kemandirian. Bahkan secara perlahan namun pasti, proses menggadaikan negara terus berlangsung. Dengan menjual aset-aset bangsa yang seharusnya dipelihara negara, maka dapat dipastikan negara Indonesia yang dulunya kaya tidak akan memiliki apa-apa lagi, bahkan hajat hidup orang banyak seperti BBM, komunikasi dan listrik akan dikuasai asing. Kita menjadi kuli bahkan dinegara sendiri.

Sementara dibidang politik akan senantiasa dipenuhi dengan isu KKN pejabat tinggi negara disemua institusi negara (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif). Kekuatan orde baru terus melakukan konsolidasi dan memperbanyak pundi-pundi uang mereka untuk kepentingan pemuli 2004. Sementara UU Pemilu akan digunakan untuk menjegal lawan-lawan politik dan menjadi alat legitimasi kekuatan orba. Sehingga kalaupun terjadi pemilu 2004, tetap tidak memberikan optimisme bahwa reformasi politik akan terjadi. Bahkan ada keyakinan yang cukup besar bahwa partai orba akan kembali menjadi pemenang pemilu.

Sementara kemandirian politik bangsa ini sudah berada pada tahap memprihatinkan. Isu terorisme internasional yang digulirkan Amerika telah membuktikan bahwa pemerintah memang telah terkooptasi dengan agenda-agenda asing. Bahkan terkesan sudah tidak punya harga diri lagi. Sehingga dengan demikian bangsa Indonesia saat ini tengah berjalan menuju kehancuran. Tidak ada jaminan bahwa Indonesia akan berumur panjang, karena desintegrasi akan semakin kuat dengan semakin lemahnya bangsa. Kondisi seperti ini sudah lebih dari cukup untuk menjadi alasan bagi gerakan mahasiswa untuk kembali menggiatkan seruan-seruan perubahan, tidak boleh lagi untuk tinggal diam dan harus segera menyelesaikan ‘konsolidasi akademis’.

Sayangnya, kondisi bangsa yang begitu genting tidak juga serta merta membangkitkan heroisme perjuangan mahasiswa. Hal ini tentunya karena mahasiswa sendiri menhadapi persoalan internal yang juga semakin pelik. Kelelahan spikologis mahasiswa ketika reformasi tampaknya belum hilang, ditambah pula mahasiswa menjadi sangat sibuk dengan ritual kampus seperti kuliah, praktikum, KP dan lain-lain. Sementara dead line studi saat ini semakin mepet. Faktor ekonomi juga ikut memaksa mahasiswa untuk meninggalkan dunia kampus dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Sementara itu, pemuda Indonesia setiap harinya dihujani gaya hidup yang pragmatisme dan hedonis yang melenakan. Sehingga semakin sulitlah gerakan mahasiswa memperoleh dukungan justru dari mahasiswa itu sendiri. Sementara mata kuliah yang diajarkan tidak secara langsung menyadarkan mahasiswa akan kondisi sosial-politik disekitarnya.

Format Gerakan Mahasiswa

Hingga saat ini cukup banyak yang menganggap bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan moral an sich. Karena seruan yang dikemukakan selalu berlandaskan pada nilai-nilai moral universal seperti anti KKN, demokratisasi dll. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan mahasiswa juga sampai pada seruan-seruan tegas untuk mengganti rejim, atau menggulingkan kekuasaan, penurunkan presiden atau menolak pencalonan seseorang. Gerakan mahasiswa juga mengkritik kebijakan pemerintah, menuntuk digantinya kebijakan pemerintah dan mengusulkan bentuk-bentuk perubahan konstitusi. Maka sebenarnya, apa yang telah dilakukan oleh gerakan mahasiswa juga adalah gerakan politik. Karena politik sesungguhnya bukan monopoli partai politik semata. Politik tidak bisa dicakup hanya dengan mengelola negara/pemerintahan, merebut kekuasaan dan mempertahankannya. Tapi semua hal yang menyangkut pengaturan untuk kemaslahatan bersama, itulah politik. Sangat menarik apa yang diungkapkan Hasan Al-Banna;

Politik adalah hal memikirkan tentang perosaolan internal dan eksternal umat, sisi internal adalah mengurus persoalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan dan dikritik jika mereka melakukan kekeliruan. Sisi eksternal eksternal politik adalah memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantrkannya mencapai tujuan yang akan menenpatkan kedudukannya ditngah-tengah bansa lain, serta membebaskannya dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam urusan-urusannya.[1]

Memang selama ini orde baru berhasil menanamkan stigma buruk tentang gerakan politik dan partisan, sehingga masyarakat pun trauma dengan istilah politik. Apalagi dengan strategi floating mass yang diterapkan semakin menjadikan masyarakat hanya sebagai komoditas politik partai-partai. Sehingga tidak ada alasan sebenarnya untuk takut dengan gerakan politik dan hanya bersembunyi dibalik gerakan moral. Gerakan mahasiswa seharusnya tampil secara utuh. Tidak cuma seruan normatif, tapi sampai pada dataran praksis dengan tawaran nyata berupa format, draft bahkan personal. Paradigma gerakan mahasiswa perlu dirubah dengan melibatkan politik sebagai salah satu bentuk gerakannya.

Selanjutnya gerakan mahasiswa dalam menyuarakan perubahan harus secara utuh pula, tidak berperan hanya sebagai pendobrak, tapi juga menjadi pengawal dan pengontrol perubahan secara ketat. Bahkan harus pula siap memimpin perubahan. Gerakan Mahasiswa tidak boleh lagi menyerahkan estafeta perubahan kepada orang lama, harus dicari orang baru yang memiliki visi perubahan secara utuh dan tidak pernah terkontaminasi dengan masa lalu yang buruk.

Selanjutnya, untuk menjamin bahwa gerakan mahasiswa akan tetap berada pada arah gerakannya harus ditanamkan nilai-nilai ideologis yang menjadi ruh perjuangan gerakan mahasiswa. Dengan hal ini diharapkan bahwa gerakan mahasiswa akan tetap memiliki komitmen perjuangan, semangat dan istiqomah. Tidak mudah terjual dengan kedekatan pada kekuasaan ataupun fasilitas-fasilitas yang diberikan. Nilai-nilai ideologis juga sangat membantu dalam menciptakan kader yang militan dan sekaligus menyiapkan kader pemimpin bangsa yang tetap berada pada komitmen perjuangan. Meskipun demikian gerakan mahasiswa selayaknya senantiasa melakukan dialog antar sesama elemen gerakan mahasiswa, sehingga isu yang digulirkan akan cepat membesar dan tidak terkesan perjuangan elemen tertentu. Aliansi gerakan mahasiswa harus lebih sering dilaksanakan ketimbang aksi individu institusi, dengan menggunakan prinsip ‘bekerjasama dalam hal yang disepakati dan toleransi dalam hal-hal yang berbeda’.

Terakhir, agar gerakan mahasiswa tetap mendapat dukungan dari rakyat. Isu-isu yang dibawa oleh gerakan mahasiswa harus mampu dikemas dengan baik sehingga dan menyentuh kepentingan rakyat secara langsung. Kedua, gerakan mahasiswa harus berinteraksi dengan masyarat, tidak melulu dengan aktivitas politik elit. Meskipun juga tidak harus terjebak dengan gaya-gaya LSM. Setidaknya gerakan mahasiswa mampu menjadi penghubung antara masyarakat dan gerakan-gerakan pemberdayaan masyarakat.


Tawaran agenda aksi GM

Terlepas dari perbedaan cara pandang terhadap metode terbaik perubahan bangsa, yakni cara revolusi ataukah reformasi, gerakan mahasiswa idealnya memiliki grand isyu yang relatif sama. Hal ini akan menjamin wacana yang disuarakan akan cepat menggema dan bergulir bak bola salju. Agenda tersebut diantaranya; memberikan penyadaran akan kondisi bangsa kepada rakyat, melakukan delegitimasi terhadap (pengelola) institusi negara dan melakukan pengkritisan terhadap kebijakan negara, termasuk delegitimasi terhadap parpol bermasalah serta melakukan pencegahan atas penjualan aset-aset bangsa. Wallahua’lam.

# Disampaikan dalam Seminar Kemahasiswaan BEM STAIN Purwokerto, 5 November 2002


[1] Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan, (Solo:Intermedia, 1997)

10 komentar:

Anonim mengatakan...

bagus banget bos,
hidup pejuang mahasiswa

salam, I Made Budi Arsika

Anonim mengatakan...

assalamualaikum
maaf mas...mo minta izin nih. boleh ya aq kutip dikit tulisan Anda untuk dimasukkan ke paper. bagus sih! nama Anda tetap saya cantumkan kok....
boleh kan?
thx b4 n keep writing!
from: Afifah

Anonim mengatakan...

Assalamu’alaikum wr wb
wah..cukup bagus…semoga lebih bagus lagi.
kalau bisa dipublikasikan,krn bs jd bermanfaat buat orang yang membacanya.
Wassalamu’alaikum wr wb

SEKJEN PENA 98 mengatakan...

Memang banyak yang pergi
Tidak sedikit yang lari
Sebagian memilih diam bersembuyi
Tapi… Perubahan adalah kepastian
dan untuk itulah kami bertahan
Sebab kami tak lagi punya pilihan
Selain terus melawan sampai keadilan ditegakan!

Kawan… kami masih ada
Masih bergerak
Terus melawan!
www.pena-98.com
www.adiannapitupulu.blogspot.com

Anonim mengatakan...

Ass. Mas, Bung, Akhi, kawan, sahabat atau apalah; sekedar urun komentar dan pertanyaan.
Hassan al Banna tu siapa sih? Kok banyak sekali mas, bung, akhi, kawan, sahabat.. sebut di dalam tulisan mas. Sampe saya berasumsi kalo anda cuma njiplak pemikirannya doank, little develop there, isn't!
Emang kalo bukan hassan al Banna kenapa? Misal kita pakai Gandhi, Mandela, Che, Soekarno, musti al Banna ya? Kayaknya sampean kok membeo gitu?

Anonim mengatakan...

Eh, mas, bung, akhi, akang, abang, cak, sahabat, teman, kawan..etc; saya mw tanya, boleh?
Hassan al Banna tu siapa? Kenapa beberapa kali namanya sampean sebut di tubuh tulisan?

Anonim mengatakan...

Eh, Mas, Bung, Cak, Kang, Sahabat, Kawan, Akhi, Saudara, Teman...etc. Saya mw tanya ma kisanak boleh to?
Hassan al Banna tu siapa? Kenapa beberapa kali anda sebut dalam tubuh tulisan, emang dia orang hebat (like prophet, for eksample)? Kayaknya kisanak percaya banget kalo al Banna tu pinter.

Anonim mengatakan...

Maaf, ni keempat kalinya saya komentar..
Kisanak bisa kirim salam ke e-mail saya. kromo_03@plasa.com. makasih

Anonim mengatakan...

hidup mahasiswa...
mudah-mudahan tulisan tadi dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, dan yang paling penting tidak menjadi sekedar tulisan yang hanya sebuah tulisan...
karna sekarang banyak mahasiswa yang mengaku kritis, idealis,dll..
mudah-mudahan perjuangan kita tak sampai saat skripsi saja, atau saat kuliah saja...

hidup MAHASISWA...

farobi bilhaq mengatakan...

wchi
wachi